Kerajaan Asahan
        1. Sejarah
    Sejarah  Kerajaan Asahan bermula, ketika Sultan Aceh, Iskandar Muda melakukan perjalanan  ke Johor dan Malaka pada tahun 1612 M. Dalam perjalanan menuju tujuan tersebut,  rombongan raja ini beristirahat di sebuah kawasan, di hulu sebuah sungai yang  kemudian dinamakan Asahan. Selesai beristirahat di hulu sungai ini, kemudian  perjalanan dilanjutkan ke sebuah daerah yang berbentuk tanjung, yaitu daerah  pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau. Di tanjung tersebut, Sultan  Iskandar bertemu dengan Raja Simargolang. Sebagai tempat menghadap kepada raja,  di daerah tersebut kemudian dibangun sebuah pelataran atau balai. Dalam  perkembangannya, daerah ini kemudian menjadi perkampungan denga nama Tanjung  Balai. Karena letaknya yang strategis di lintasan jalur perdagangan antara Aceh  dan Malaka, maka Tanjung Balai kemudian berkembang pesat.
    Dari  pertemuan Sultan Iskandar Muda dengan Raja Simargolang di atas, hubungan mereka  kemudian bertambah erat dengan perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan salah seorang  putri Raja Simargolang. Dari perkawinan tersebut, kemudian lahir seorang putra  bernama Abdul Jalil. Kelak, Abdul Jalil inilah yang menjadi Sultan Asahan  pertama pada tahun 1630 M. Dalam perjalanannya, karena adanya ikatan  kekerabatan dengan Aceh, maka kerajaan ini menjadi daerah bawahan Aceh hingga  awal abad ke-19 M. Pada 12 September 1865 M, Asahan ditaklukkan oleh kolonial  Belanda. Ketika Indonesia merdeka, Asahan bergabung dengan Negara Kesatuan  Republik Indonesia pada tahun 1946 M.
    Selain dengan Aceh, hubungan Kesultanan Asahan dengan  Kerajaan Batak juga terjalin dengan mesra. Bahkan, Sisingamangaraja XII pernah  berinisiatif untuk meminang putri Sultan Asahan. Pinangan tersebut disetujui  oleh Sultan Asahan, karena mereka yakin Sisingamangaraja telah memenuhi syarat  untuk melakukan ijab kabul. Namun pernikahan tersebut batal akibat masuknya  Belanda.
    2. Silsilah
    - Sri Paduka Raja Abdul Jalil  I bin Almarhum Sultan Iskandar Muda Johan Berdaulat (1630-16.. M)
 - Sri Paduka Raja Said Shah bin Almarhum Raja Abdul  Jalil (16..-17..M)
 - Sri Paduka Raja Muhammad Mahrum Shah ibni  al-Marhum Raja Said Shah (17..-1760 M)
 - Sri Paduka Raja ‘Abdu‘l Jalil Shah II ibni  al-Marhum Raja Muhammad Mahrum Shah (1760-1765 M)
 - Sri  Paduka Raja Deva Shah ibni al-Marhum ‘Abdu‘l Jalil [al-Marhum Mangkat di Pasir  Putih) 1765-1805 M) 
 - Sri Paduka Raja Said Musa  Shah ibni al-Marhum Raja Deva Shah [al-Marhum Mangkat di-Rantau Panjang]  (1805-1808 M) 
 - Sri Paduka Raja Muhammad ‘Ali Shah ibni al-Marhum Raja Deva Shah 1808-1813 M 
 - Sri Paduka Tuanku Sultan  Muhammad Husain Rahmad Shah I ibni al-Marhum Sultan Muhammad ‘Ali Shah  [al-Marhum Kampung Masjid] 1813-1859 M)
 - Sri Paduka Tuanku Sultan  Ahmad Shah ibni al-Marhum Sultan Muhammad Husain Rahmad Shah 1859-1888 M) 
 - Sri Paduka Tuanku Al-Haji Abdullah Nikmatullah  Shah ibni al-Marhum Raja Muhammad Ishak, Raja Kualuh dan Leidong, juga Yang  di-Pertuan Muda di Asahan. Ia ditujuk oleh Belanda setelah saudaranya, Sultan  Ahmad Shah diturunkan secara paksa (1865-1867 M)
 - Sri Paduka Tuanku Sultan Muhammad Husain Rahmad  Shah II ibni al-Marhum Tengku Muhammad ‘Adil (1888-1915 M) 
 - Sri Paduka Tuanku Sultan Sha‘ibun ‘Abdu‘l Jalil  Rahmad Shah III ibnu al-Marhum Sultan Muhammad Husain (1915-1980 M) 
 
                                                3. Periode Pemerintahan
    Sepanjang masa berdirinya,  di Kerajaan Asahan telah berkuasa sebelas orang raja.
    4. Wilayah Kekuasaan
    Wilayah Kerajaan Asahan  mencakup daerah yang sekarang menjadi Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Indonesia.
    5. Struktur Pemerintahan
    Asahan adalah kerajaan  kecil yang menjadi bawahan Aceh, maka secara otomatis, struktur kekuasaan  tertinggi berada di tangan Sultan Aceh. Di daerah Asahan sendiri, terlepas dari  relasinya dengan Aceh, kekuasaan tertinggi berada di tangan sultan, yang  bergelar Yang Dipertuan Besar/Sri Paduka Raja. Jabatan yang lebih rendah adalah  Yang Dipertuan Muda. Untuk daerah Batubara dan kawasan yang lebih kecil,  pemerintahan dijalankan oleh para datuk. 
    Ketika Asahan ditaklukkan oleh Belanda pada 12 September 1865, terjadi  perubahan struktur kekuasaan, dengan Belanda sebagai penguasa tertinggi. Wakil  tertinggi Belanda yang berada di Asahan adalah Kontroler yang diperkuat dengan  Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867 nomor 2, tentang pembentukan  Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai. Berdasarkan keputusan itu  juga, Asahan dibagi mejadi tiga wilayah pemerintahan, yaitu: 
    - Onder Afdeling Batubara
 - Onder Afdeling Asahan
 - Onder Afdeling Labuhan Batu
 
    Walaupun Belanda  memegang kekuaasan tertinggi dan membagi Asahan menjadi tiga pemerintahan,  namun, pemerintahan para Datuk di wilayah Batubara tetap diakui Belanda. Hanya  saja, kekuasaannya telah jauh berkurang, tidak seperti sebelumnya.
    Secara khusus Belanda juga membagi wilayah kekuasaan  sultan dan para datuk. Untuk wilayah pemerintahan kesultanan, Belanda  membaginya menjad distrik dan onder distrik,  yaitu:
- Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang
 - Distrik Kisaran
 - Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge
 
    Sedangkan wilayah pemerintahan para datuk di  Batubara dibagi menjadi wilayah Self  Bestuur, yaitu:
- Self Bestuur Indrapura
 - Self Bestuur Lima Puluh
 - Self Bestuur Pesisir
 - Self Bestuur Suku Dua (Bogak dan Lima Laras)
 
    Ketika Belanda menyerah  pada Jepang, maka Asahan otomatis berada di bawah kekuasaan Jepang. Saat itu,  Jepang yang dipimpin oleh T. Jamada mengganti struktur pemerintahan di Asahan  menjadi Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu. Daerah Fuku Bunsyu adalah Batubara,  sementara yang lebih kecil diubah menjadi distrik. Distrik-dsitrik tersebut  adalah: Tanjung Balai, Kisaran, Bandar Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang.
    Pemerintahan Fasisme  Jepang berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 dan tanggal 17 Agustus 1945,  kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Sesuai dengan perkembangan Ketatanegaraan RI,  maka berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia wilayah  Asahan dibentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang  dipegang oleh Jepang sudah tidak ada lagi, tapi pemerintahan Kesultanan dan  pemerintahan Fuku Bunsyu di Batubara masih tetap ada.
    Pada tanggal 15 Maret  1946, berlaku struktur pemerintahan RI di Asahan dan wilayah Asahan dipimpin  oleh Abdullah Eteng sebagai Kepala Wilayah dan Sori Harahap sebagai Wakil  Kepala Wilayah, sedangkan Asahan dibagi atas 5 (lima) kewedanaan, yaitu:
    - Kewedanaan Tanjung Balai
 - Kewedanaan Kisaran
 - Kewedanaan Batubara Utara
 - Kewedanaan Batubara Selatan
 - Kewedanaan Bandar Pulau
 
    Pada Konferensi Pamong Praja se-Keresidenan Sumatera  Timur pada bulan Juni 1946 diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan, yaitu:
    - Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan Kabupaten  Asahan
 - Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan Bupati
 - Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan Patih
 - Kabupaten Asahan dibagi menjadi 15 (lima belas) wilayah kecamatan, terdiri  dari:
 
a) Kewedanaan Tanjung Balai dibagi atas:
- Kecamatan Tanjung Balai
 - Kecamatan Air Joman
 - Kecamatan Simpang Empat
 - Kecamatan Sei Kepayang
 
b) Kewedanaan Kisaran dibagi atas:
- Kecamatan Kisaran
 - Kecamatan Air Batu
 - Kecamatan Buntu Pane
 
c) Kewedanaan Batubara Utara dibagi atas:
- Kecamatan Medang Deras
 - Kecamatan Air Putih
 
d) Kewedanaan Batubara Selatan dibagi atas:- Kecamatan Talawi
 - Kecamatan Tanjung Tiram
 - Kecamatan Lima Puluh
 
e) Kewedanaan Bandar Pulau dibagi atas:- Kecamatan Bandar Pulau
 - Kecamatan Pulau Rakyat
 - Kecamatan Bandar Pasir  Mandoge
 
  Dengan mempertimbangkan posisi yang lebih strategis, maka pada tanggal 20 Mei  1968, melalui PP Nomor 19 Tahun 1980, ibukota Kabupaten Asahan dipindahkan dari  Kota Tanjung Balai ke Kota Kisaran.
    6. Kehidupan  Sosial Budaya
    Sebagai kesultanan yang berada dalam pengaruh  kebuadayaan Islam, maka di Asahan juga berkembang kehidupan keagamaan yang  cukup baik. Bahkan, ada seorang ulama terkenal yang lahir dari Asahan, yaitu  Syeikh Abdul Hamid. Ia lahir tahun 1880 M (1298 H), dan wafat pada 18 Februari  1951 (10 Rabiul Awal 1370 H). Datuk, nenek dan ayahnya berasal dari Talu,  Minangkabau.  Syekh Abdul hamid belajar  agama di Mekkah, karena itu, ia sangat disegani oleh para ulama zaman itu.  Dalam perkembangannya, murid-murid Syekh Abdul Hamid inilah yang kelak  mendirikan organisasi Jamiyyatul  Washliyyah. Sebuah organisasi yang berbasis pada aliran sunni dan mashab  Syafii. Dalam banyak hal, organisasi ini memiliki persamaan dengan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)  yang didirikan oleh para ulama Minangkabau. Adanya banyak persamaan ini, karena  memang para ulama tersebut saling bersahabat baik sejak mereka menuntut ilmu di  Mekkah. Pandangan para tokoh agama ini sangat berbeda dengan paham reformis  yang dibawa oleh para ulama muda Minangkabau, seperti Dr. Haji Abdul Karim  Amrullah. Oleh sebab itu, sering terjadi polemik di antara para pengikut  kedua paham yang berbeda ini. 
    Di paruh pertama abad ke-20, sekitar  tahun 1916, di Asahan telah berdiri sebuah sekolah yang disebut Madrasah Ulumul Arabiyyah. Sebagai  direktur pertama, ditunjuk Syekh Abdul Hamid. Dalam perjalanannya, madrasah Ulumul Arabiyah ini kemudian  berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang penting di Asahan,  bahkan termasuk di antara madrasah yang terkenal di Sumatera Utara, sebanding  dengan Madrasah Islam Stabat, Langkat, Madrasah Islam Binjai dan Madrasah  al-Hasaniyah Medan. Di antara  ulama  terkenal lulusan sekolah Asahan ini adalah Syeikh Muhammad Arsyad Thalib Lubis  (1908-1972 M). 
    Peninggalan tertulis warisan Kerajaan  Asahan hanya berkaitan dengan buku-buku di bidang keagamaan yang dikarang oleh  para ulama untuk kepentingan pengajaran. Berikut ini beberapa buah buku yang  dikarang oleh Syeikh Abdul Hamid di Asahan, yaitu:
    - Ad-Durusul Khulasiyah
 - Al-Mathalibul Jamaliyah 
 - Al-Mamlakul ‘Arabiyah. 
 - Nujumul Ittiba. 
 - Tamyizut Taqlidi Minal Ittiba. 
 - Al-Ittiba. 
 - Al-Mufradat. 
 - Mi‘rajun Nabi. 
 
                                        Dibaca : 23.316 kali.
 Komentar untuk  "kerajaan asahan" 
  
    
    
        29 Dec 2010.
        ibrahim siagian    
     
      
      saya lahir di asahan dan baru tahu sejarah kerajaan asahan secara detail..terima kasih melayu online, semoga makin jaya..     | 
  
    
    
    
        05 Feb 2011.
        anissa    
     
      
      berarti,penduduk asli pertamanya (pribumi) asahan itu Raja simargolang,melayunya pendatang...,awal mula nama ASAHAN yg tau Raja simargolang la..     | 
  
    
    
    
        02 Marc 2011.
        pasha    
     
      
      Anniss@ kalau melihat bukti2 dan situs2 seperti makam tua yg ada di Asahan ini membuktikn penduduk asli (pertama) Asahan Raja Simargolang (Raja Asahan I)dan belum muslim yg berasal dari Tanah Batak.
     | 
  
    
    
    
        06 Marc 2011.
        Tengku Surya Dharmasyah Adithya    
     
      
      sembah patik mohon di ampun .....     | 
  
    
    
    
        15 Okt 2011.
        lukmanul hakim    
     
      
      Mohon kami dimuat khusus tenteng sejarah SELF BESTUUR Suku Dua (Bogak dan Lima Laras), agar kami generasi muda yang kini berada di Kabupaten Batu Bara lebih tahu dan mengerti tentang Keberadaan Sejarah Datuk Bogak dan Kerajaan (Istana Niat Lima Laras). "DENGAN ADAT BUDAYA MELAYU, BERSAMA KITA MELANGKAH MAJU"     | 
  
    
    
    
        21 Jan 2012.
        nabila salsa    
     
      
      pendidikan di kamboja seperti apa/     | 
  
    
    
    
        21 Jan 2012.
        nabila salsa    
     
      
      pendidikan di kamboja seperti apa?     | 
  
    
    
    
        07 Nov 2016.
        wiwid anang    
     
      
      terimakasih     | 
  
  
 Berikan komentar anda :