18 februari 2010 00:07
Corak dan Ragi Tenun Melayu Riau
                                      Judul Buku
  |  :   |  Corak dan Ragi  Tenun Melayu Riau |  
  Penulis
  |  :   |  Abdul Malik, Tenas Effendy, Hassan Junus, dan Auzar  Thaher |  
Penerbit
  | :
  | BKPBM dan Adicita, Yogyakarta | 
Cetakan
  | :
  | Pertama, Juni  2004 | 
Tebal
  | :
  | xxii + 220  Halaman | 
Ukuran
  | :
  | 21 x 24 cm
  | 
 
     
    Masyarakat  Melayu, khususnya Melayu Riau, amat kaya akan khazanah kebudayaan. Di antara kekayaan  budaya itu adalah tenun Melayu dengan aneka corak (motif) dan raginya (desain)  yang memiliki makna filosofis yang dalam. Sejak masa Kerajaan Johor-Riau dan  Riau-Johor (1511-1787), tradisi bertenun sudah tumbuh subur di tengah  Masyarakat Riau. Secara umum, di daratan pulau Sumatera, aktivitas bertenun  berkembang sejalan dengan kebesaran kerajaan-kerajaan Melayu daratan, seperti Kerajaan  Pelalawan (1530-1879), Indragiri (1658-1838), dan  Kerajaan Siak Sri Indrapura (1723-1858).
    Seni tenun dalam  masyarakat Melayu Riau layaknya bunga, buah dan taman kreativitas yang  simultan. Karya seni ini merupakan salah satu karya yang unik dan mengagumkan, karena  disamping menggambarkan kearifan, kreativitas dan kemajuan masyarakat setempat,  juga mengandung nilai-nilai kemanusiaan universal. Nilai-nilai agama dan  kebudayaan lokal mengarahkannya menjadi simbol-simbol dalam bentuk busana yang melambangkan  kemuliaan pemakainya.    
    Kehormatan  seseorang, diantaranya dilihat dari model busana yang dikenakan. Di sini busana,  dalam taraf tertentu, menjadi alat identifikasi moralitas, karakter dan bahkan status  seseorang atau kelompok. Bagi masyarakat Melayu, pakaian tidak semata-mata  berfungsi untuk melindungi tubuh dari panas dan hujan, lebih dari itu pakaian  berfungsi untuk menutup malu, menjemput budi, menjunjung adat, menolak bala,  dan menjunjung bangsa. Karenanya, busana tak hanya bernilai pragmatis, tetapi  juga bernilai religius, adat dan kultural, etis dan estetis.
    Busana Melayu  harus memiliki kualitas “seri gunung dan seri pantai”, artinya pakaian harus  indah dilihat dari jauh dan cantik dipandang dari dekat, bagus dipandang oleh  mata dan elok ditilik mata hati. Dengan kriteria itulah pakaian Melayu memiliki  kualitas “sadu perdana” yang bernilai “tujuh laksana”, atau kecantikan kelas  satu yang layak diberikan nilai tujuh bintang.
    Berbagai macam  corak dan ragi cita rasa seni masyarakat Melayu Riau biasanya dituangkan dalam  ukiran (pada kayu, perunggu, emas, perak dan suasa), tenunan (pada tenun siak,  bukit bata, daik lingga, pelalawan, indragiri, lintang siantar), sulaman,  tekat, suji, dan anyaman. Bentuk dan coraknya merupakan stilisasi dari flora  (bunga, kuntum, buah, daun, dan akar-akaran), fauna (jenis unggas, serangga,  hewan melata, hewan buas, dan hewan air), alam (benda-benda angkasa), dan  bentuk-bentuk tertentu (segi penjuru empat, segi penjuru lima, segi penjuru  enam, segi tiga, segi delapan, segi panjang, bulat penuh, bujur telur, lengkung  anak bulan, lentik bersusun, kaligrafi, dll).
    Sebagaimana  dikatakan sebelumnya, setiap corak dan ragam hias tenun Melayu Riau mengandung makna  filosofis tertentu. Nilainya mengacu pada sifat-sifat asal setiap benda yang  dijadikan corak, kemudian dipadukan dengan nilai-nilai kepercayaan dan budaya  lokal serta nilai-nilai luhur agama Islam, seperti nilai-nilai ketaqwaan kepada  Allah, kerukunan, kearifan, kepahlawanan, kasih sayang, kesuburan, tahu diri,  tanggung jawab, dan lain sebagainya. 
    Corak Pucuk  Rebung dengan variasi Pucuk Rebung Kuntum Mambang, misalnya, bermakna  menumbuhkan optimisme pada diri orang Melayu, sebagaimana tertuang dalam sebuah  ungkapan: pucuk rebung kuntum mambang//cahaya bagai bulan mengambang//hilang  raga lenyaplah bimbang//bagaikan bunga baharu berkembang. Contoh lain  misalnya pada corak Bunga Cengkeh dengan variasi Bunga Cengkeh Bersusun. Makna  tersirat dari corak ini seperti digambarkan dalam pantun berikut ini:
        hiasan  bunga cengkeh bersusun
dipakai  orang di mana saja
harum  nama bersopan santun
perangai  terbilang hati mulia
            Dengan mengacu  pada nilai-nilai luhur seperti itulah, corak tenun mendapatkan tempat dalam  masyarakat Melayu, digemari dan dibanggakan sebagai salah satu warisan turun  temurun dari kegemilangan tamaddun Melayu di masa lampau. 
    Aneka corak,  makna filosofis dan fungsi tersebut di atas dijelaskan secara lebih rinci dan  mendalam oleh buku Corak dan Ragi Tenun Melayu Riau ini. Buku yang  ditulis oleh empat pengkaji kebudayaan Melayu tersebut juga menerangkan cara  pembuatan tenun dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses pembuatannya.  Pada bab terakhir dari buku ini pembaca dapat menikmati keindahan sekitar 130  gambar-gambar eksklusif berbagai corak tenun dan ragam hias Melayu Riau yang  disertai keterangan makna filosofis masing-masing corak. Buku ini tentu saja sangat  penting bagi mereka yang punya perhatian terhadap kelestarian budaya Melayu,  terutama seni tenun.
    
Oleh : M. Yusuf
                                                Dibaca : 30.561 kali.